Peresensi : Bima Ariya Dermawan - Agribisnis’20

Anarkisme sebagai sebuah konsep dalam ilmu sosial maupun filsafat kerapkali disalah artikan - atau bisa jadi sengaja disalah artikan - sebagai suatu prinsip yang berhubungan dengan hal-hal yang bernuansa destruktif, chaotic, dan ketidakaturan. Di satu sisi pemahaman keliru seperti ini muncul karena memang minimnya literatur yang memadai mengenai anarkisme di Indonesia baik mengenai sejarah perkembangannya filsafatnya maupun perdebatannya dengan berbagai aliran pemikiran dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial. 


Anarkisme dalam buku ini tidak menyamakan anarkisme sebagai bentuk aksi liar dan tindakan ugal-ugalan tetapi anarkisme merupakan sebuah paham politik yang dalam sejarahnya mempunyai peran yang tidak kecil dalam memperjuangkan dunia yang lebih adil. Anarkisme menentang adanya negara karena bagi kaum anarkis, negara adalah suatu tubuh bagi semua bentuk penindasan eksploitasi perbudakan serta degradasi manusia sebagaimana diungkapkan dalam kata-kata bakunin:


 “negara itu seperti rumah jagal raksasa atau kuburan luas di mana semua aspirasi real, semua daya hidup sebuah negeri masuk dengan murah hati dan suka hati dalam bayang-bayang abstraksi tersebut, untuk membiarkan diri mereka dicincang dan dikubur.”.


Jadi dasar anarkisme memandang negara sebagai suatu horor yang menyeramkan bukan dalam pengertian pandangan yang bersifat destruktif atau anti terhadap ketata-aturan melainkan lebih kepada suatu pandangan filosofis dan politis, bahwa ketata-aturan yang diciptakan negara dibangun atas dasar pemaksaan, dengan asumsi bahwa tatanan masyarakat harus diatur dengan cara yang demikian. 


Kekuasaan dan otoritas penggunaan alat-alat kekerasan yang melekat pada negara yang dilihat sebagai sumber potensial dan ancaman terhadap kebebasan masyarakat untuk mengatur dirinya sendiri. Anarkisme secara tegas menolak negara bukan dalam artian “administrasi sistem politik” tetapi yang paling pokok adalah penolakan tegas terhadap gagasan tentang suatu tatanan berpusat yang menuntut dan menghendaki kepatuhan warganya dalam otoritas sentral yang disakralkan dalam wujud negara.  Anarkisme membedakan antara pemerintah( mengacu pada negara) dengan pemerintahan( mengacu pada administrasi sistem politik).  Pada dasarnya Konsep anarkisme ini hampir sama dengan paham marxisme sosialis namun yang membedakan adalah jika marxisme-sosialis masih menggunakan negara sebagai salah satu jalan untuk memperoleh revolusi maka anarkisme masih menganggap bahwa negara tersebut yang  membatasi ruang hidup manusia untuk hidup sesuai keinginannya sendiri.


 Menurut Bakumin sebagai contoh akan hal itu adalah negara Uni Soviet yang sebetulnya hanya merupakan representasi dari bentuk kapitalisme “bersayap kiri”. Dalam konteks kritik terhadap sosialisme otoriter inilah kaum anarkis anarkis membentuk dua sumber energi revolusioner dalam menentang pembatasan-pembatasan dan hierarki hierarki yang dibangun oleh sosialisme otoritarian yakni mereka yang percaya pada individualisme dan mereka yang percaya pada Anarkis massa. 


Anarkis individualisme seperti yang dinyatakan oleh Stiner bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya sendiri apa yang dimaunya dan hanya individu lah yang bisa menentukan apakah ia benar atau salah karena individu memiliki keunikan sebagai nilai intrinsik. Sedangkan anarkisme massa seperti yang dikemukakan oleh Joseph menyatakan bahwa revolusi berlangsung berdasarkan suatu bentuk tindakan spontan dari rakyat. 


Sama seperti Joseph, Bakunin juga percaya bahwa revolusi sosial tidak hanya dideklarasikan atau diorganisir dari atas dan hanya dapat dibuat diciptakan dan dikembangkan sepenuhnya oleh spontanitas dan keberlanjutan aksi massa kelompok-kelompok dan asosiasi-asosiasi dalam masyarakat. 


Munculnya gerakan gerakan menentang globalisasi neoliberal ini menandakan bangkitnya kembali anarkis dalam gerakan sosial politik yang berbeda dengan gerakan-gerakan dalam tradisi anarkisme sebelumnya yang memfokuskan perjuangan dan perlawanan terhadap suatu cerita sejarah, gerakan anarkis akhir abad ke-20 ini mengedepankan tuntutan yang melampaui batas-batas otoritas satu negara dan lebih merujuk pada suatu tatanan global dan memperjuangkan tuntutan keadilan global dimana perusahaan-perusahaan multinasional yang bergerak secara masif menjadi kekuatan dominasi dan otoriter baru yang dalam beberapa hal bahkan melampaui kewenangan negara. 


Kaum anarkis menawarkan bentuk pemerintahan desentralisasi kendati mereka tidak menampik bahwa dalam beberapa kasus diperlukan aturan terpusat untuk mengaturnya. Kaum anarkis menentang kapitalisme dengan alasan-alasan yang sama seperti kaum sosialis. Sistem ekonomi kapitalis dipandang tidak adil mengistimewakan kekuasaan ditangan kelas berpunya dengan mengorbankan rakyat Pekerja Biasa.


 Anarkisme berpisah jalan dengan sosialisme ketika sampai pada persoalan menyiapkan alternatif bagi sistem kapitalis. Dalam negara komunis atau sosialis terlepas dari komitmennya terhadap keadilan dan kesetaraan kekuasaan tetap berada dalam negara perbedaan utamanya adalah negara sosialis macam itu mengklaim menghadirkan alternatif terhadap kapitalisme sementara anarkis berpendapat bahwa negara tetap menjadi pembunuhan struktur kekuasaan otoriter dalam bentuknya yang sama persis dan hal ini bertentangan dengan sifat non hirarkis komunisme itu sendiri.  


Judul Buku : Anarkisme : Perjalanan Sebuah Gerakan Perlawanan

Penulis : Seen M.  Sheehan

Penerjemah : Roby Kurniawan

Penerbit : Marjin Kiri

Halaman : 183halaman

ISBN : 9799998085



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama