Raka bukan Lagi Anak PRIBUMI


sumber : Pinterest


Gaki yang gagah anak seorang saudagar di negerinya. Iapun dimanjakan oleh gelimpang harta dan kekuasaan. Bahkan sekolahpun di luar negeri.

Gaki menjadi anak yang menonjol diantara teman sebayanya, tentunya dapat dilihat dari gaya pakaian dan kendaraan yang digunakannya. Selain itu aksennya berbahasa yang pelat kaku, karena terbiasa berbicara In English.

Gaki yang mulai tumbuh dewasa mulai belajar mengerjakan bisnis warisan leluhurnya. Gaki yang banyak menghabiskan waktu di luar negeri ingin menjadi trendcenter, bahkan ingin menjadi idola baru atau idiologi baru bagi kawula muda, Gakiisme.

Lama di luar negeri tidak menyurutkan minat dan bakatnya merayu gadis Putri Pribumi. Sebut namanya Tusi. Kemolekan tubuh putri dengan warna kulit kuning langsat menjadi hal baru bagi Gaki yang kerap bergaul dengan orang kulit putih ala-ala bule.

Berkali kali Gaki mengajaknya kencan Tusi, namun lobi-lobinya bejalan alot. Tusi masih memegang teguh adat ketimuran. Tusi yang dibesarkan oleh adat istiadat memegang teguh ETIKA, bahkan Norma lingkungan masyarakat.

Gaya Gaki yang kebarat-baratan tidak menjadi daya tarik bagi Tusi. Ia tetap ingin menjaga ETIKA. Maka iapun berfikir, jika ada pria yang menginginkannya, seharusnya meminta secara baik-baik ke kedua orangtuanya. Apalagi gaya pacaran GAKI jauh dari norma dan adat yang selama ini dijunjung teguh oleh Tusi.

Bukan GAKI jika menyerah. Apalagi kapital yang dimiliki Gaki mampu menggerakkan apa saja. Bahkan lumbung padi keluarga Tusi-pun ditebasnya. Keluarga Tusi tidak mampu menahannya, sebab hutang keluarga Tusi mencapai ribuan trilliun pada keluarga Gaki. Gaki berjanji akan mengembalikan 30 persen lumbung padinya, jika Tusi boleh dipinangnya. 

Saudara-saudara Tusi-pun tegas menolak. Ia ingin menjaga adik kandungnya sebagai upaya mempertahankan harkat dan martabat keluarga. Bukan GAKI juga bila kehilangan akal. Ia tidak peduli, meski banyak menimbulkan air mata bagi keluarga Tusi. 

Gaya cuek dan acuh Tusi menjadikan Gaki makin bergairah dan beringas. “Bila tidak mampu menaklukkan buka Gakiisme,” pikirnya. Gakipun mencoba melobi-lobi keluarga Tusi, namun gagal. 

Diundanglah makan siang seluruh keluarga Tusi oleh Gaki. Keluarga Tusi tidak mampu menolak undangan ini, sebab hampir seluruh aset keluarga di bawah kekuasaan keluarga Gaki. 

Karena ini melibatkan dua keluarga besar, acara dimulai sedari pagi. Berbagai hidangan khas dalam dan luar negeri tersaji di meja. Tentu dibumbui pembicaraan tentang rencana meminang Tusi. Pembicaraan dipimpin oleh paman Gaki sebagai penghubung keluarga Gaki dan Tusi. Sebut namanya paman Uma.

Gaya bicara paman Uma bak politisi, merayu kakak-kakak Tusi dengan licin untuk merelakan Tusi dipinang oleh keluarga saudagar Gaki. Semua kakak Tusi tegas menolak tawaran-tawaran yang sudah ditawarkan oleh Paman Uma. 

Bukan Paman Uma juga kalau tidak cerdik dan licik. Semua demi keponakan. Makan siang yang diberikan pada kekuarga Tusi diberinya obat tidur. 

Melihat semua keluarga Tusi tertidur, Gaki nekad mengejar dan menangkap Tusi yang tidak ikut makan siang. Tusi tertangkap dengan cepat Gaki MERUDAPAKSA-nya. Ia melampiaskan nafsu bejatnya, disaksikan semua anggota keluarga Gaki, bahkan tidak jarang ada yang tertawa .

Setelah keluarga Tusi terbangun, mereka melihat Tusi sudah lemah tidak berdaya akibat keberingasan Gaki. Setelah beberapa bulan Tusi diketahui hamil akibat ulah Gaki.

Belum genap sembilan bulan, kini lahirlah anak haram Tusi yang prematur dan diberi nama Rekayasa yang kini sering dipanggil RAKA. 

The End

                                                            Ditulis oleh Robby Ridwan

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama