foto : ilustrasi lampu, (istimewa)
Akulah puan dalam bingar sunyi
Pemilik jemari dingin dalam beku semesta
Udara, nafas ku habisi dalam –
Sekejap malam,
Menerka setiap hening – 
Mengabai deriknya diksi buntu
Yang meracun  sendi pena

Aku puan dalam metropolitan kota mati
Jika hidup seribu tahun lagi,
Ku hirup karbondioksida 
Lalu sirine 
Radio tua
Dan derap langkah
Taburan bunga 
Seni mem-fosil-kan
Sebuah ketenangan yang nya-ta

Aku puan dalam historia 
Yang berdansa dalam elegi - 
Rupa ruang hampa
Membawa secangkir kopi dingin tanpa gula
Meletakkan perlahan –
Dengan senyum tanpa pucuk sungging bibir
Pecah..
Pecahkanlah nada itu !!
Kakiku lelah menari 
Berhenti!!!!
Berhenti !!
Hening.

Akulah puan yang pernah,
Bersembunyi dalam dekapan sang - bunda
Mempijaki senin hingga minggu
Ku ulangi seribu kesibukan kala kembali senin

Tibalah aku, puan
Deretan asap merajai,
Dalam pikuknya klakson
Ku berlari sekencang ku bisa
Membebaskan raga tanpa batas

Lantas aku  siapa?
Aku mengapa?
Dan aku kenapa?
Aku berlari sekencang ku bisa
Membebaskan raga hingga tak terbatas

Lantas apa yang ku tahan?
Aaaaaaaargh…
Teriakku
“Kebebasan, kebebasan!”

Bisakah semesta berhenti menjeratku
Tak lelahkan kau hujani aku 
Dengan ekspekasi busuk
Ini mudaku
Harimu adalah milikku
Kau adalah duniaku
Harusnya kau  layani aku
Bukan menghantuiku

Ku telusuri pantai kala senja hilang
Menegakkan ilalang tertunduk
Dan menyentuh perlahan dedaunan liar
Oh ini masa muda
Masih sesampai ini ternyata

Sesampai ini usahaku
Dunia mengajak bercengkrama dan bercanda
Dalam usaha -
Pembebasan hingga tak terbatas



Ditulis oleh Sekar Cahya Nurani
Mahasiswa Prodi Manajemen Fak. Ekonomi
Universitas Islam Balitar



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama