Peresensi : Dwi Lailatus Saadah - Manajemen'20

Kerusuhan Mei 1998 menjadi peristiwa yang tak terlupakan bagi bangsa Indonesia. Menurut pengamatan dan penelusuran Dewi Anggraini, Kerusuhan Mei 1998 merupakan hasil rekayasa dari pihak-pihak yang memanfaatkan krisis ekonomi dan kondisi sosial politik yang rawan, serta sentimen rasial yang sudah ada saat itu. 

Terjadinya perusakan besar-besaran dari tempat usaha maupun tempat tinggal warga etnis Tionghoa, dengan mengorbankan sejumlah besar warga non-Tionghoa terutama yang tidak mampu yang dihasut serta digiring menuju gedung-gedung yang kemudian dibakar oleh mereka dengan enteng disebut sebagai "penjarah".

Selain itu, ada lagi satu yang juga menyulut kemarahan masyarakat mengenai peristiwa pemerkosaan yang dimana korbannya merupakan para wanita etnis Tionghoa. Kejadian ini tak hanya terjadi di Jakarta saja, namun juga merambat di beberapa kota seperti Solo, Palembang, Medan dan Surabaya. 

Disebutkan sejak 13 Mei 1998 sampai 3 Juli 1998, total korban pemerkosaan dan pelecehan seksual massal yang melapor atau dilaporkan sebanyak 168 korban.  20 diantaranya meninggal dan lainnya menderita luka-luka fisik dan trauma psikologis yang dalam. 152 dari 168 korban ini adalah dari serangan yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya, serta 16 lainnya di Medan, Palembang, Solo dan Surabaya. 

Komnas Perempuan lahir dari energi gabungan yang luar biasa. Begitu luar biasa sehingga berhasil meyakinkan presiden waktu itu, Presiden B. J. Habibie, untuk mengutuk dengan resmi kejahatan seksual Mei 1998 serta menyetujui permintaan para perempuan yang menemuinya untuk membentuk Komisi Nasional Anti Kekerasan Seksual terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sebagai sebuah tim independen. 


Judul Buku : Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan

Penulis : Dewi Anggraeni

Penerbit : PT kompas Media Nusantara

Halaman : 214

Tahun Terbit : 2014

ISBN : 978-979-709-809-4

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama